(buat seorang teman yang dahulunya muslim)
dari tapak kasutmu yang lapuk
jejak-jejak mengarah ke logika
melintasi;
- perpustakaan Marx yang berdebu
- taman Nietzsche tempat malaikat bunuh diri
- mall ideologi yang menjual Tuhan dalam kaleng diskon
[kau bermonolog]
lihat!
telah kubuka bungkusan langit
tiada surat-surat cinta dari syurga
hanya kuitansi kosong
dari kantor Tuhan yang tutup sejak
pasca-modernisme lahir!
kauhempaskan batu voltaire
ke kiblat yang tak bergetar
lalu tidur nyenyak
dengan selimut manifesto komunis
yang terus mengigau;
“agama adalah candu...!”
sementara jiwamu
ketagihan morfin makna
[interlude: minuman yang ditolak]
kusodorkan;
secangkir zamzam (gratis)
kopi eksistensialisme (harganya: jiwa)
namun kaupesan double espresso
dengan extra shot nihilisme -
“to go please,
aku terburu-buru
mengejar Tuhan
yang kabur dari museum sejarah!"
katalog penderitaanmu:
✓ lampu jalan bernama Sartre padam
✓ kunang-kunang Camus mati frostbite
✓ bayanganmu jadi cermin bisu
“kaulari dari apa?
dari bayangan-Nya
yang tak henti mengejar
di lorong-lorong capital?"
[epilog: kasir akhirat]
ambil tiket nomor 99
(keraguanmu yang tersisa)
bawa ke kaunter rahmat;
"tuan, saya mahu tukar
semua koin-koin dosa ini
dengan secuil saja
iman kadaluarsa..."
kasir tersenyum:
“kami terima
bahkan wang palsu
yang dicetak
dari kertas-kertas
syahadat yang robek.
Nur Cahya